TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
Kita semua meyakini bahwa Islam merupakan agama yang benar.
Agama yang diterima oleh Allah SWT. Siapa saja yang tidak menjadikan agama
Islam sebagai jalan hidupnya, maka di hadapan Allah dia merupakan orang yang
merugi dan tidak akan diterima oleh-Nya. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah
dalam firman-Nya:
Artinya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam” (Q.S. Ali Imran/2:
19)
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
Artinya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat
Termasuk orang-orang yang rugi” (Q.S.
Ali Imran/2: 85)
Kebenaran Islam ini bersifat mutlak. Ajaran-ajaran Islam yang
tercantum dalam al-Qur’an bersifat tetap, tidak ada yang meragukan, dan tidak
boleh dirubah dengan alasan apapun. Agam Islam merupakan agama yang sempurna
dan menyeluruh. Islam merupakan agama terakhir yang menyempurnakan
ajaran-ajaran agama yang diturunkan Allah kepada Nabi – Nabi sebelum Nabi
Muhammad SAW. Kesempurnaan akan ajaran Islam ini dinyatakan Allah dalam
firman-Nya:
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi
agama bagimu” (Q.S. Al-Maidah/3:
2)
Keyakinan terhadap kebenaran dan kesempurnaan terhadap agama
Islam harus menjadi bagian dari keimanan kepada Allah SWT. Keyakinan ini pula
yang akan mendorong kita memiliki motivasi dan niat yang kuat untuk terus
menjalankan ajaran-ajaran dengan benar dan konsisten. Pelaksanaan ajaran Islam
dengan benar dan konsisten ini akan menjadikan kita dapat merasakan kenikmatan
dan kebahagiaan hidup.
Keyakinan akan kebenaran Islam ini bukan berarti sebagai alat
untuk memaksakan setiap orang yang belum masuk Islam harus menjadi
muslim. Atau sebagai alasan untuk melakukan tindak kekerasan dan aksi teror
kepada umat non muslim. Keberadaan umat manusia yang berbeda dalam keyakinan
sesungguhnya merupakan sunatullah,
karena Allah memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih jalan
hidupnya, apakah ia hendak beriman kepada Allah atau mengingkari Allah. Allah
menegaskan dalam firman-Nya:
Artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu
Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak
akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah/2: 256)
Keimanan yang benar kepada Allah menuntunkan pemiliknya
memiliki sikap wajar dan tetap menghormati keberadaan orang lain yang bukan
muslim dengan semangat toleransi. Toleransi yang dikembangkan dalam kehidupan
antar umat beragama adalah toleransi yang didasari oleh keyakinan yang kuat
akan kebenaran agama yang dianut oleh masing-masing pemeluknya, dengan tetap
menghormati dan mengakui adanya perbedaan keyakinan orang perorang dalam
kehidupan masyarakat. Setiap agama boleh menyampaikan agamanya dengan cara-cara
yang santun, beradab, tidak menjebak melalui pemberian materi, tidak
memaksakan, dan tidak pula dengan tindak kekerasan. Inilah sesungguhnya
gambaran toleransi positif antar umat beragama.
Toleransi antar umat beragama akan menjadi negative apabila
toleransi yang dikembangkan adalah bentuk penyatuan agama, pencampuran agama,
atau peniadaan perbedaan prinsip keagamaan dari masing-masing agama yang ada.
Oleh karena itu, setiap orang boleh meyakini agamanya sebagai agama yang benar
dan beribadah berdasar ajaran agamanya masing-masing. Tetapi setiap orang tidak
boleh menyatakan bahwa semua agama itu benar, dan beribadah dengan berbagai
cara yang dilakukan oleh setiap agama, bahkan mencampuradukkan satu sama lain.
Sikap toleransi positif digambarkan Allah dalam firman-Nya berikut ini:
Artinya:
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku.” (Q.S.
Al-Kafirun/109: 1-6)
Surat al-Kafirun tegas mengajarkan bahwa setiap agama
memiliki prinsip dan nilai dasar yang berbeda. Perbedaan yang ada bukan untuk
disatukan atau dicampuradukkan. Perbedaan yang ada harus dihormati dan dihargai
satu sama lain. Tidak saling mengganggu dan memaksakan satu sama lain. Dan Iman
yang benar sesungguhnya akan menuntunkan sikap tolernasi yang positif. Wallahu A’lam.